Nurul Korban Gempa Yang Telah Bertahan Di Samping Jasad Ibunya

Nurul Korban Gempa Yang Telah Bertahan Di Samping Jasad Ibunya.
Nurul Korban Gempa Yang Telah Bertahan Di Samping Jasad Ibunya.
Pada Ahad (30/9), pukul 03.00 dini hari, suasana kantor Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), terlihat sangat sibuk pascagempa disertai tsunami yang menerjang pada Jumat (28/9) petang.

Sejumlah orang berdatangan mencari nama saudara, sanak keluarga, dan kerabatnya berharap tertulis pada kertas berisi informasi yang dipasang di dalam kantor.

Tak sedikit juga yang meminta tolong segera mengevakuasi jenazah orang terjebak di reruntuhan bangunan. Namun, karena masih minimnya personel dan banyaknya permintaan, korban hanya didata.

Kantor Basarnas Palu yang bermarkas di Jalan Elang, malam itu satu-satunya tempat bercahaya karena menggunakan genset. Sementara, bangunan dan rumah-rumah di sekitarnya padam akibat aliran listrik dan komunikasi terputus.

Sesekali penerangan muncul dari balik lampu kendaraan yang melintas di jalan raya setempat menerangi puluhan orang duduk di pinggir jalan menunggu kejelasan pertolongan keluarganya.
Pasukan berbaju oranye ini terlihat mondar-mandir, ada yang baru tiba dan ada yang bersiap untuk melakukan upaya penyelamatan. Dari laporan, masih ada korban hidup di Perumnas Balaroa, Palu Barat, tim langsung bersiap.

Korban dilaporkan selamat, tetapi terjebak di dalam reruntuhan bangunan. Satu tim kecil Basarnas diterjunkan melakukan survei sekaligus memberi pertolongan pertama menggunakan kendaraan pikap menuju lokasi.

Tim pertama bergerak menelusuri kota yang sudah mati tanpa penerangan dan mengikutkan dua orang wartawan. Di perjalanan terlihat warga korban gempa berada di pinggiran jalan dan tanah lapang memasang tenda-tenda sebagai tempat bernaung.

Penduduk kota kelihatan takut berada di dalam rumahnya karena trauma sering terjadi getaran gempa susulan yang masih aktif sesekali pada malam hari. Dalam keadaan gelap gulita, tim kemudian masuk ke lokasi mengunakan senter serta helm senter kepala menyusuri tanah yang sudah longsor dan pada bagian lain sudah menjadi perbukitan.

Terdengar suara sayup-sayup orang minta tolong, tetapi tidak jelas posisinya sebab dini hari itu keadaan sangat mencekam, gelap gulita, dan reruntuhan di mana-mana. Tim Basarnas meminta agar fokus, tidak terpengaruh suara-suara tersebut, membuat keadaan semakin merinding dan tegang.

Sekitar pukul 03.20 WIB, posisi titik korban ditemukan masih selamat. Observasi langsung dilakukan dengan mengupayakan korban tetap bernapas dan sesekali diajak berbicara agar tetap sadar. Waktu terasa sangat lambat hingga akhirnya fajar mulai menyingsing di ufuk timur.

Terlihat jelas seluruh lokasi tersebut ambles sedalam lima meter, sebagian jalanan berubah menjadi bukit, rumah-rumah rata dengan tanah, puluhan kendaraan roda dua dan empat serta perabot rumah posisinya tidak keruan.

Satu masjid ambruk dan hanya menyisakan kubah juga menaranya, bau sisa kebakaran masih terasa, orang-orang juga mulai tampak. Pagi itu, tim kedua Basarnas tiba di lokasi untuk membantu proses evakuasi.

Korban diketahui bernama Nurul Istihara, pelajar berumur 15 tahun. Dia sesekali membuka lalu menutup matanya akibat kelelahan. Sudah dua hari berjuang hidup karena separuh badannya tertanam di dalam tanah berdampingan dengan jasad ibunya, Risni (37), dengan posisi berdiri, meninggal sehari sebelumnya.

Terlihat jelas bekas sisa nasi di piring dengan lauk telur dadar, beserta botol mineral di samping korban seusai disuapi ayahnya, Yusuf (41). Sang ayah berusaha agar anaknya tetap hidup di tengah reuntuhan bangunan Perumnas Balaroa, Kelurahan Balaroa, Palu Barat, Provinsi Sulteng.

Posisi korban terperosok dan terperangkap di dalam tanah bersamaan bangunan, atap rumah sudah sejajar dengan tanah. Sebagian lokasi menjadi bukit akibat pencairan tanah atau likuefaksi saat terjadi gempa berkekuatan 7,4 magnitudo lebih besar dari gempa Lombok.

Penderitaan Nurul semakin bertambah. Tempat dia terperangkap terbentuk kubangan, air PAM yang bocor terkumpul setinggi satu setengah meter hingga terus naik di lehernya, tetapi dia tetap bertahan.
Beruntung, ada mesin genset sebagai penolong yang digunakan untuk mengisap air agar tidak menenggelamkannya. Meski diisap menggunakan mesin, air malah tak kunjung berkurang. Tim Basarnas terus berpikir bagaimana cara mengevakuasi korban agar tetap selamat.

Comments

Popular posts from this blog

Hazard Mengklaim Sarri Pelatih Chelsea Lah Yang Terbaik

Lidah Wajib Dibersihkan , Begini Caranya

Mobil Pejabat Kena Tilang Elektronik